Saturday, December 7, 2013

Puisi Raisya Al Banjari

Kumpulan Puisi Raisya Al-Banjari

Bingung Mampus

Racun nampaknya telah merasuk
Tak hanya menusuk
Tapi jua membusuk

Aku berdiri..
Ku telisik hati
Kujelajahi rupa nurani
Jika masih menggerogoti,,
Aku berjanji..
Akan ku hukum mati

Hey! Tiba-tiba mulutku menjerit
Kubuang acid berikut pahit
Sungguh tak ingin lagi ku dipersakit

Tapi setelah itu aku harus kemana?
Aku bertanya..
Berharap pada nyata
Mengapa maya yang kuterima??

Oh Tuhan..Aku bingung mampus
Aku heran bagai terbius
Jadi tolong jangan buatku mengendus
Seperti anjing yang seolah haus

Kembalikan aku seperti pelangi
Yang warnanya kan menghiasi seisi bumi
Dan menjadikan manusia mengagumi

Tuhan..

Sebenarnya aku tak meminta bumi
Atau langit berubah dibawah kaki
Aku hanya minta sepotong hati
Untuk mengganti diri
Untuk lebih memahami


Revolusimu beserta Riwayatku Kini

Perlahan,, Perih ku terkikis oleh revolusimu
Meski nafasmu terengah-engah
Namun tak terkurangi kekuatanmu

Dulu hatimu suram ibarat malam
Yang membuat sorotan kelam itu nampak tajam

Penderitaanmu pun ingin ku rasakan jua
Walau bernanah
Hingga pun tercabik ataupun membusuk epidermisku

Luka itu..
Jika hanya perih aku tak mampu menahannya
Namun jika berdarah maka akan terkurangi sakitnya

Dirimu bagaikan ombak yang terkadang tenang
Tapi acapkali bergemuruh dengan ganas tanpa pandang asa

Godaan mereka mungkin akan kau hampiri kembali
Tapi kumohon jangan berpaling dari jalan ini

Aku masih berhenti
Jika kau putuskan,,
Maka aku kan segera berlari mengejar saudaraku dan meninggalkanmu

Tapi aku tak mampu

Keyakinan ini tak kan berubah
Meski di lain masa ku harus menyusurinya sendirian saja

Percayalah..
Tak kan tersisih dirimu dari kebaikan
Jika mushaf-mu kau pegang dengan keteguhan

Rabb-mu Maha Mendengar
Luapkan kegundahan dengan sujudmu
Dzikirmu..


Perih Saja

Hancurkan lagi,,
Sekeping harapku yang baru kupungut
Luka berlebam menghiasinya
Dipenuhi memar
Tak berdarah
Namun begitu menyakiti seluruh persendian hingga akal ku kian rusak olehnya
Jutaan sel saraf yang ku punya seakan terenggut tanpa iba
Robek kulitnya pun tidak
Perih saja,,

Bolehkah aku bertanya,,
Dimana dapat kutemui obat penawar dukamu
Hingga sudi kau pandang jalan lain yang kutawarkan
Kapan revolusi itu kau ciptakan?
Saudaraku berteriak memanggilku dari ujung kejauhan
Tak kupedulikan
Hanya karena hatiku yang kau rebut separuh itu belum kau kembalikan
Aku berhenti menyusurinya sendirian dan menunggumu

Tapi kau tak datang

Tak datang..


“T.E.K.A.D”

Musnah tak berjejak..
Keseluruhan hati bertumpah-ruah
Menguras air mata yang mengering sudah

Kosong menghampa
Berongga tanpa sisa

Inilah gundah-gulana jiwa
Yang menghapus warna tak bernoda

Di kala angin menghembus tak berkata
Ketika hujan menyapu keheningan menjadi suara
Saat itu pula rembulan tak menyala
Dan bintang pun tak mampu meneranginya

Tiba-tiba lelap membangunkanku tuk meminta
Membujukku tuk menghamba-menghiba

Ku curahkan segala duka beserta amarah
Tapi Tuhanku seolah berpaling wajah

Kepedihan itu..
Menghancurkan sebaris tanya yang susah payah ku tata
Seakan-akan menganggap tangisanku hanyalah sebuah hina

Akh..Aku bagaikan mati rasa

Kucoba tuk berbangkit,,
Namun kedua kakiku tak sudi di per-sakit

Kuteriaki seluruh raga,,
Tanpa peduli pada kesakitan yang kurasa

Lalu aku roboh..
Berlutut
Roboh lagi
Merangkak
Dan tertawa sekeras yang ku bisa

Oh..Aku merasa benar-benar gila
Saat kutengok otakku yang remuk-redam berceceran

Tapi hatiku masih terpasang
Terus memaksaku untuk berjuang

Aku kian lelah-melemah
Seiring kudengar sisa imanku berbisik berat
Kemudian mengutuki ku laknat hingga bejat

Sungguh..
Tak sedikit pun aku ciut

Aku tak takut

Karena “Aku bukan pengecut!!”


“Petang Yang Tak Beranjak”

Kelabu nampak menyelimutiku petang ini..
Bergeming,,Seakan mengacuhkan bisikanku

Ku rayu agar biasnya sudi tenangkanku,,
Dan ku lukis raganya hampir serupa parasnya jua

Tapi senyumnya tak kuasa berkibar
Bahkan mimiknya,,
Berganti setengah sekonpun tak..

Hhhhh…Batinku gundah gulana olehnya
Hingga nampak hatiku pun merana jadinya

Walau gertakannya mengusik berat..Penuh syarat
Namun entah mengapa jiwaku bercengkrama penuh gelora

Aku tak yakin perlakuan itu realita
Karena keramahan yang ku sangka begitu tak sama

Oh..Aku kira hanya sesuatu yang berbeda
Ternyata pula penuh sarat makna

Ku teriaki dia semampu wibawa:
“Bayang-bayang cepatlah berlalu,,
Jangan kau hancurkanku lalu malu!”

Bicara..Berucap..Berujar itu seolah tak sama kini..
Apakah patut dipercayai??

Akh..Mungkin sekeping imajinasi belaka,,
Yang muncul tanpa negosiasi ataupun bertanya

Ku pandangi pada waktu ia berbalik memunggungi waktu,,
Egonya yang bersisa itu..

Aduhai diri..
Otak ini seperti berkhianat meski sesaat
Kemudian waras tak berpendapat

Huuuft…….
Ku telaah langitku sekali lagi,,
Hanya ada petang

Hanya masih petang..


“Syair-Fikir”

Tersebutlah suatu ketika
Kisah asmara pecandu dunia

Ada yang buta
Ada yang gila
Tapi triliyunan sengsara,,
Meski sebagian pula bahagia

Diantaranya bercerita penuh seksama
Seluas-luasnya
Sedalam-dalamnya

Terkuras
Tercecer
Terpedaya
Terbelenggu

Huft..Entah hatiku mati kah
Atau membatu telah
Tak satupun sudi berbela amarah

Ku amanatkan dzikir
Ku renungkan Fikir

Lalu ku rangkai bait ini berikut syair,,
Sekira asaku terukir

Demi petang apabila fajar menyingsing
Ku dengar nurani melecehkanku seolah berbau pesing

Sadarlah hatiku jua,,
Duka lah ia jika banyak bersuka
Derita lah ia sesudah bersenang ria

Sungguh terlama aku menista
Berpuas jiwa tanpa agama

Kini ku saksikan beribu hikayat cinta membara
Lalu akhirnya?

Semoga bersama-Nya
Semoga selamanya

Cukuplah pada-Nya saja

No comments:

Post a Comment